Banyaknya kasus perceraian di sekililing kita membuat kita tergerak untuk menulis artikel ini. Siapa sih yang ingin cerai? Siapa sih yang ingin punya kehidupan rumah tangga yang berantakan? Siapa sih yang ingin berstatus broken home? Jawabannya pasti tidak ada. Hanya saja, perceraian kadang menjadi jalan keluar yang diambil pasangan suami istri untuk menghilangkan segala beban hidup pernikahan mereka. Alasannya mulai dari masalah keuangan hingga perselingkuhan. Biasanya dua faktor itu yang sering kita temui sebagai alasan utama perceraian.
Perlu diingat, menikah itu tidak sesimpel pacaran yang kalau ga sesuai hati tinggal putus dan ganti pacar baru. Menikah itu melibatkan keluarga besar pria dan wanita. Jadi yang menikah itu bukan hanya pria dan wanitanya saja, melainkan juga keluarganya. Apalagi kalau sudah punya anak, masalah perceraian akan lebih kompleks lagi. Maka dari itu, untuk menghindari perceraian dalam rumah tangga yang berawal dari ketidakpuasan atau ketidakbahagiaan bersama pasangan hidup, berikut 5 hal yang wajib kalian pertimbangkan sebelum menikah.
1. Kondisi Keuangan
Kalau orang bilang “money cannot buy happiness“, itu BOHONG! Uang memang bukanlah segalanya, tapi uang adalah PEMICU segalanya. Kalau ada uang, orang bisa bahagia. Tapi kalau tidak ada uang, orang pasti ga bahagia. Contoh sederhana, kalau tidak ada uang, mau makan pun mikir kan, bahagia ga? Ngak! Contoh lain dalam kehidupan rumah tangga, misalnya sebelum menikah, si wanita berasal dari kelas sosial miskin, lalu menikah dengan si pria yang kelas sosialnya lebih tinggi dengan keuangan yang mapan dan sangat berkecukupan. Setelah menikah, sang istri akhirnya bisa mengajak keluarganya untuk pergi liburan ke luar negeri atau umroh atau memberangkatkan orang tuanya haji, bahagia ga? BAHAGIA! Semua karenaaa…… UANG! Jadi yang benar adalah “yes, money can buy happiness” tapi tidak semua kebahagiaan hanya karena uang semata.
Poin disini adalah buat kalian yang kondisi keuangannya masih mengkhawatirkan, jangan menikah dulu deh. Kalau hidup sendiri dengan uang pas-pasan sih masih bisa lah terlewati. Susah senangnya hanya dirasakan sendiri. Nah, kalo udah ajak anak orang lain hidup bersama, jangan sampai dibikin susah. Kamu harus berhitung setidaknya keuangan kamu setelah menikah harus cukup untuk kebutuhan dasar sandang, pangan, dan papan. Kalau sudah punya anak, lebih banyak lagi pengeluarannya karena ada tambahan anggota keluarga yang harus dinafkahi.
Kalau calon suami istri sepakat untuk sama-sama berpenghasilan dan setelah dihitung-hitung cukup untuk kehidupan rumah tangga kalian, barulah menikah. Tapi kalau hitung sana hitung sini, setiap bulan masih minus, jangan deh. Usahakan berpenghasilan yang baik dulu baru menikah, sehingga setelah menikah itu setiap hari ga ribut soal uang, uang, dan uang.
2. “Aku Cinta Dia” dalam Arti Siap Menerima Kekurangan dan Kelebihan Pasangan
Sebelum menikah, pelajari dulu kekurangan dan kelebihan pasangan. Setelah dipelajari, kira-kira siap ga hidup sama orang itu setiap hari sampai selama-lamanya dengan segala kekurangannya? Kalau kelebihan sih ga akan jadi masalah ya. Yang perlu diperhatikan adalah kekurangannya. Kalau misalnya pacar kamu orangnya ringan tangan atau saat ada sedikit masalah suka main pukul, setelah menikah biasanya ga jauh berbeda sifatnya. Jadi, siap ga untuk menerima kekurangannya itu? Kalau ga siap, coba pikir-pikir lagi sebelum menikah ya.
3. Kesiapan Mental
Sudah siap belum statusnya dari single jadi married? Meskipun di sebelah kamu ada yang lebih bening dan menarik dari pasangan, ga boleh dideketin loh, apalagi dijadiin pacar atau selingkuhan. Kalau sudah punya anak, waktu untuk diri sendiri alias me time jadi makin berkurang juga. Kalau biasanya kamu bisa main game sampe puas, saat punya anak, main game nya diganti jadi main sama anak. Udah siap belum? Kalau dulu single seminggu sekali pergi perawatan tubuh dan wajah, nanti kalau sudah punya anak, mungkin hanya sebulan sekali karena setiap minggunya merawat kuku si kecil. Siapkah? Kalau sudah siap ganti status dengan segala perubahan aktivitasnya, silakan lanjutkan rencana menikah kalian.
4. Agama, Suku, Ras, dan Jati Diri Pasangan
Kita ga pernah tau jodoh kita berasal dari agama, suku, ras, atau negara mana. Tapi, jika ada perbedaan, alangkah baiknya agar dibicarakan jauh sebelum menikah. Jika si pria dan wanita berbeda agama, apakah salah satu bersedia untuk ikut ke agama pasangannya? Apakah keluarga menyetujui? Kalau ada pertentangan yang tidak ada jalan keluarnya, sebaiknya pernikahan tersebut dihindari karena restu dari keluarga akan sangat berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga kalian nantinya.
5. Usia
Kalau usia sudah diatas 30 tahun dan masih single, biasanya si jomblowan atau jomblowati makin sering diserang dengan pertanyaan kapan nikah? Ini tipikal orang Indonesia banget, KEPO! Dan kita ga suka banget sama orang-orang kepo ini. Kita yakin orang-orang yang sudah berusia 30 tahun ke atas dan masih belum menikah itu pasti punya alasannya masing-masing. Bukan berarti mereka ga berusaha, tapi kadang jodoh itu memang belum ketemu, trus gimana mau dipaksa. Daripada nikah trus hidup susah dan ga bahagia, trus cerai, kalian yang tukang kepo mau tanggung jawab? Ngak kan. Cuma memang secara medis dan psikologis, disarankan menikah di usia 25-31 tahun agar kalau ingin memiliki keturunan, kondisi fisik kesehatan masih baik. Kalau saran kita secara pribadi, jangan karena diburu usia jadinya asal-asalan dalam memilih pasangan. Nanti kalau ga bahagia, nyesel loh. Mending single happy daripada status marriage tapi hidup susah. Yang terpenting adalah buat yang belum menikah, selalu berusaha untuk mencari pasangan yang sesuai, karena jodoh itu memang di tangan Tuhan, tapi kalau kita ga cari, ga ketemu juga!
Saya gak cuma lima, tapi lebih banyak lagi pertimbangannya tuk menikah 🙂
Wkwkwkwk…. Bagi2 dong pertimbangannya apa lagi… Hehe…
Lima ini sudah mewakili semua pertimbangan.. Tapi ada beberapa hal lain juga sik. Kaya yang baru saja viral mengenai sangge2 itu. Cici tau kan? hahaha…
Menikah itu ibaratnya apa ya? bukan melibatkan satu wanita dan pria kan? tapi melibatkan dua keluarga, aspek hidup, mimpi dan cita-cita.. hiks
Yup.. bener banget kak! Bukan cuma soal si pria dan wanita, tapi keluarga dan aspek2 lainnya…
Baru banget googling cerita sangge2 itu, sesuatu banget deh…